Karena ternyata memang dosa itu LEBIH BERMANFAAT bagi seorang hamba, daripada ketaatan yang dilakukannya. Dengan catatan, selama taubat itu selalu teriring setelahnya.
“Inilah makna perkataan sebagian Salaf,” tegas Ibnu Qayyim rahimahullah, “Adakalanya seorang hamba berlumur dosa, namun surga (kerap menantinya hingga) dia pun memasukinya, dan adakalanya seseorang selalu mengerjakan ketaatan, tetapi masih saja terjerumus ke dalam neraka yang membinasakan.”
Orang-orang bertanya, “Duhai, bagaimana itu bisa terjadi?”
“Dia berbuat dosa,” jawab Sang Imam kepada para penanya, “seolah-olah dosa itu selalu tampak di pelupuk matanya. Ketika dia berdiri, duduk, maupun ketika berjalan. Selalu dia ingat dosa-dosanya, hingga dia pun meluluh hatinya, bertaubat, menyesal, memohon ampunan kpd Rabbul Izzati wal Jalal, dan menyesali perbuatannya. Itulah yang menjadi sebab keselamatannya.”
“Adapun pelaku kebaikan,” lanjut beliau rahimahullah, “seolah kebaikan itu terus saja terpampang di hadapannya. Ketika sedang berdiri, duduk, maupun tengah melangkah, selalu dia ingat akan kebaikannya, hingga ‘nikmat’ pun menjadikannya ujub, takabur, dan merasa telah memiliki banyak karunia. Maka, itulah sebab yang membinasakan baginya.”
Berapa banyak dosa menjadi sebab istiqamahnya seorang hamba, penyebab kembalinya kepada Rabbnya, dan mengembalikan dirinya dari jalan-jalan kesesatan…??
Sumber: Yudhi Juharsono dari Abu Umair bin Hadi
Edit: Admin
0 komentar: